Minggu, 15 April 2012

Wawasan Nusantara 2

Berbicara soal Wawasan sebenarnya lebih menyangkut hal-hal yang berhubungan erat dengan persoalan Pertahanan Keamanan atau Security. Namun apabila kita bertanya kembali untuk apa sebenarnyasecurity, maka jawabannya yang diperoleh tentunya bukan security untuk security, melainkan security untuk prosperity.
Begitu pula apabila prosperity telah dapat dicapai, maka sebaiknya security diperlukan lagi untuk mempertahankannya dan begitu seterusnya akan selalu terdapat interrelasi, korelasi dan interdependensi antara keduanya yang tidak akan ada hentinya.
Dalam hubungan Security Prosperty inilah maka Negara-Negara dan Bangsa-Bangsa di dunia sesuai dengan letak wilayahnya, tingkat kesejahteraannya, watak kepribadiannya, keadaan sosial-budayanya serta sistem politik dan ideologinya, akan selalu berusaha mempertahankan existensinya diantara kehidupan Bangsa-Bangas di dunia. Dari sinilah akan timbul pengertian Wawasan yaitu "pandangan hidup suatu bangsa yang dibentuk oleh kondisi-kondisi lingkungannya".
Dan pandangan hidup ini akan mempengaruhi cara-cara bertindaknya dalam mempertahankan hak hidupnya atau dalam cara-cara mengajar kesejahteraan bagi warga bangsanya.
Telah banyak teori-teori mengetengahkan soal-soal Wawasan antara lain Mackinder dan Haushofer yang terkenal dengan "Heartland" teorinya yang mengetengahkan pentingnya penguasaan daratan untuk ruang hidup dan kelangsungan hidup sesuatu bangas dengan menitik-beratkan kepada penguasaan daerah jantung dan sebagainya.
Di samping itu Raleigh dan Mahan mengetengahkan pula betapa pentingnya menguasai lautan. Oleh karena dengan menguasai lautan akan menguasai pula perdagangan yang berarti menguasai kekayaan dunia, yang akhirnya akan dapat menguasai keseluruhannya.
Tidak ketinggalan pula Douhet, Mitchell dan Fuller dengan " Air-Supremacy " teorinya yang mampu menghancurkan dan mematahkan daya juang Nasional dan landasan sosial lawan dan seterusnya, yang kesemua teori-teori itu tidak lain adalah suatu usaha untuk menciptakan security demi tetap terjaminnya prosperty bangsa yang bersangkutan.
Ditilik dari perkembangan sejarahnya maka pengertian Wawasan selalu dikaitkan dengan pandangan-pandangan "geostrategi" , di mana lingkungan dan faktor-faktor geografis mempengaruhi dan dapat menentukan kekuatan dan nasib bangsa dan negara (Hans J. Morgenthau dalam bukunya "Politics among nation").
Demikian pula konsepsi Wawasan Bangsa Indonesia memuat juga pandangan-pandangan "Geopolitik" tetapi tidak didasarkan pada ajaran-ajaran "Organisme Biologis" yang mempunyai sifat berkembang biak dan expansionistis untuk mencari "Lebensraum" , melainkan "Suatu Wawasan Nusantara yang memanfaatkan konstekasi geografis Indonesia untuk mengejawantahkan segala "matives" dan "drivers" dalam usahanya untuk mencapai Tujuan-Tujuan Perjuangan Nasional serta untuk menjamin Keutuhan Bangsa. Jadi berlainan sekali dengan visie-visie Geopolitik menurut teori-teori Barat ataupun Timur yang sifatnya memebrikan pembenaran Nasional untuk tujuan-tujuan expansif, maka Wawasan Nusantara adalah sebaliknya untuk kepentingan kita sendiri, sifatnya defensif aktif dan lebih tertuju ke dalam dari pada keluar negeri.

Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Nasional ditinjau dari faktor-faktor geopolitik dan geostrategi dapat dijelaskan sebagai berikut :
  • Bentuk Geografis.
Negara Indonesia terdiri dari atas sejumlah besar kepulauan dalam bentuk "Archipelago" dalam arti Indonesia dengan laut-laut dan pulau-pulau sebagai kesatuan yang utuh. Undang-Undang No. 4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia menyatakan bahwa Perairan Indonesia ialah laut wilayah ( Laut Territorial ) Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia. Oleh karenanya Indonesia menganggap mempunyai hak kedaulatan atas segala perairan yang terletak di dalam batas-batas garis laut wilayah, atas wilayah daratan dan ruang udara di atasnya. Dengan demikian jelas bahwa Negara Republik Indonesia berada dalam satu kesatuan wilayah yang utuh dan terdiri atas wilayah daratan, wilayah laut territorial dan perairan pedalaman beserta ruang udara diatasnya. Oleh karena itu Wawasan Nusantara adalah Wawasan yang mampu menampung segala unsur yang mencakup perpaduan aspek-aspek laut, darat dan udara, baik untuk pencapaian Tujuan-Tujuan Perjuangan Nasional maupun untuk kepentingan-kepentingan Pertahanan dan Keamanan Nasional.

  • Posisi Silang.
Negara Indonesia yang berbentuk kepulauan besar terletak pada persimpangan jalan atau jalan silang antara dua benua dan samudera yang pengaruh silangnya mempunyai impact-impact ideologis, politis, sosial ekonomis, militer maupun demografis.
Oleh karena itu Ketahanan Nasional kita mendapat tantangan yang kuat terhadap arus lalu lintas silang, sehingga hanya ada dua kemungkinan yaitu survive atau tenggelam dilanda arus. Dan Ketahanan Nasional dapat dijamin apabila persyaratan Integrasi Nasional dapat dipenuhi. Untuk itulah maka mutlak diperlukan adanya Wawasan Nusantara yang dianggap mampu untuk membentuk dan memelihara Integrasi Nasional.

  • Faktor - Faktor Perbatasan.
Letak geografis Negara Indonesia yang berbatasan dengan wilayah-wilayah negara Tetangga baik perbatasan-perbatasan yang berupa daratan, laut territorial maupun perbatasan wilayah udara, harus dimanfaatkan dan dikembangkan dalam bentuk politik bertetangga baik. Hal ini sehubungan dengan isi dan tujuan Undang-Undang No. 4 Tahun 1960 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1970 yang melalui "Teori Kerukunan" dari DR. Priyatna akan diusahakan untuk mendapatkan pengakuan langsung, setidak-tidaknya secara diam-diam ataupun tidak langsung dari lingkungan dunia Internasional, sehingga maksud Pemerintah Indonesia dalam usahanya untuk memperjuangkan terwujudnya suatu "Keutuhan Nusantara" dapat dicapai, sehingga akan mempermudah Wawasan Nusantara untuk membentuk dan membina Integrasi Nasional dalam rangka menciptakan Ketahanan Nasional Bangsa Indonesia.

Dengan demikian jelaslah betapa ampuhnya Wawasan Nusantara Indonesia dalam peranannya sebagai sarana ataupun sebagai dasar konsepsi-konsepsi strategi lainnya, baik dalam bidang-bidang pencapaian.
Tujuan-Tujuan Perjuangan Nasional maupun untuk kepentingan-kepentingan Pertahanan dan Keamanan Bangsa Indonesia sendiri.

PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA
Wawasan Nusantara sebagai landasan pandangan hidup Bangsa Indonesia telah mendapatkan kemantapannya setelah melalui proses pemikiran-pemikiran berdasarkan falsafah Pancasila dan proses pengolahan berdasarkan sendi-sendi Ilmu Pengetahuan maupun pengalaman-pengalaman, baik yang bersumber pada pengalaman-pengalaman Bangsa-Bangsa lain di dunia.
Tibalah saatnya bagi kita sekarang untuk memenuhi tahap pengembangan dan pengisian Wawasan Nusantara tersebut, yaitu di satu pihak keluar untuk mendapatkan pengakuan setidak-tidaknya konsensus Internasional yang menyangkut Wawasan Nusantara dan di lain pihak ke dalam untuk memanfaatkan Wawasan Nusantara tersebut bagi pencapaian Kesejahteraan Bangsa dan untuk kepentingan-kepentingan Keamanan Nasional.

Telah kita fahami bersama bahwa inti-inti pokok Wawasan Nusantara menurut Jenderal Hasnan Habib, adalah meliputi antara lain Kebulatan Wilayah Nasional, Satu Kesatuan Bangsa, Satu Tujuan dan Tekad Perjuangan, Satu Kesatuan Hukum,Satu Kesatuan Sosial-Budaya, Satu Kesatuan Ekonomi dan Satu Kesatuan Hankam.
Dalam hal ini yang perlu kita kembangkan adalah Kebulatan Wilayah Nasional yang harus memuat Kedaulatan atas wilayah Daratan, Wilayah Laut Territorial beserta Perairan Pedalaman dan Wilayah atau Ruang Udara yang berada diatasnya.
Sehubungan dengan persoalan ruang udara di atas wilayah Negara, DR Priyatna menganggap perlu diadakannya pemikiran-pemikiran yang prinsipil untuk memperkembangkan suatu Teori Nusantara yang akan merupakan dasar bagi suatu Doktrin Nusantara. Untuk ini DR Priyatna mengadakan penelaahan masalahnya yang didasarkan atas Doktrin-Doktrin Hukum Internasional yang telah diterima dan Ketentuan-Ketentuan Hukum serta Kebiasaan Internasional, yang disistematisir sebagai berikut :

  • Pertimbangan dari segi-segi Doktrin yang ada, yakni Doktrin Kebutuhan (Doctrine of Necessity) dan Doktrin Hak Mempertahankan Diri (Doctrine of Right of self Preservation). Di sini dimaksudkan bahwa "dibenarkan untuk menciptakan beberapa bentuk keadaan yang ditujukan untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan dan bahaya dari manapun datangnya".
  • Pertimbangan berdasarkan Ketentuan Hukum dan Kebiasaan Internasional yang berlaku khususnya dalam hubungan dengan apa yang tercantum di dalam pasal satu Konvensi Chicago 1944. Di sini telah dicantumkan prinsip Kedaulatan Negara di atas wilayah negaranya, sehingga secara doktriner (menurut ketentuan Hukum Internasional yang berlaku) ruang udara tersebut menjadi hak Kedaulatan Negara dan dengan demikian bentuk daerah itu merupakan suatu "Kesatuan Politik yang berbentuk Tiga Dimensi".

Menurut penjelasan Undang-Undang No. 4 Tahun 1960, ruang udara di atas wilayah Indonesia, yakni di atas wilayah daratan dan wilayah perairan territorial menjadi hak kedaulatan Indonesia. Dengan demikian pengertian dan masalah Kedaulatan Wilayah dalam "Bentuk Tiga Dimensi" ini telah ditampung di dalam penjelasan Undang-Undang tersebut dimana antara lain dinyatakan bahwa "dengan perairan Indonesia dimaksud bagian Wilayah Negara yang terdiri dari air.
Sebagaimana diketahui wilayah suatu negara yang terdiri atas nama negara itu mempunyai kedaulatan dapat meliputi wilayah daratan, wilayah perairan, dan wilayah udara".
Selanjutnya unsur-unsur integrasi nasional lainnya yang berupa Kesatuan Bangsa, Satu Kesatuan Hukum, Ekonomi, Sosial Budaya, Satu Kesatuan Tekad dan Perjuangan dan Satu Kesatuan Hankam, melalui Kebulatan Wilayah Nasional akan lebih mudah diwujudkan.
Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya dengan usaha-usaha yang bersifat Internasional rechtelijk ialah kegiatan-kegiatan praktis yang merupakan implementasi, pengisisan maupun aplikasinya dari pada Wawasan Nusantara yang untuk jelasnya dapat kita pelajari beberapa kasus sebagai berikut :

  • Usaha-usaha pengeboran minyak dan gas bumi dilepas pantai (off shore mining) dimana PN Pertamina adalah merupakan fakta diakuinya secara tidak langsung Mare Nostrum Indonesia sebagaimana tersebut dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1960 oleh dunia Internasional. Hal ini diperkuat lagi oleh para pengusaha asing yang melakukan kerjasama dengan pihak Pertamina, selalu tunduk kepada peraturan-peraturan yang berlaku bagi warga negara Indonesia sehingga secara tidak langsung pula merupakan pengakuan dunia Internasional atas wilayah laut territorial Indonesia sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Np. 4 /1960.
  • Dengan adanya perjanjian-perjanjian penangkapan ikan khusus bagi nelayan-nelayan Jepang diperairan laut Banda, berarti pula bahwa secara tidak langsung mereka mengakui akan kekuatan Indonesia atas laut wilayah, hingga Jepang tidak berani lagi menangkap ikan diluar wilayah yang telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dan untuk itu masih harus dilengkapi dengan surat izin penangkapan ikan dari Pemerintah Indonesia.
  • Dalam perjanjian-perjanjian bilateral mengenai Penerbangan Sipil selalu ada kemauan dari pihak asing untuk mematuhi Peraturan_peraturan Penerbangan yang berlaku di wilayah udara Indonesia sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 4 Tahun 1960. Disamping itu di dalam tiap-tiap Perjanjian Penerbangan antara Indonesia dengan pihak asing, maka istilah wilayah ke dalam bahasa Indonesia selalu ditegaskan sebagai wilayah daratan dan laut perairan territorial dan ruang udara yang ada diatasnya sebagai wilayah yang berada di bawah kedaulatan negara yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa hal inipun merupakan fakta pengakuan tidak langsung atas ruang udara Indonesia.
Dengan adanya kasus-kasus diatas, maka dapatlah kita simpulkan bahwa kasus-kasus tersebut adalah merupakan fakta-fakta pengakuan tidak langsung oleh pihak asing terhadap kekuasaan Indonesia atas laut wilayah dan ruang udara diatasnya sebagaimana terdapat di dalam penjelasan Undang-Undang No. 4 Tahun 1960. sehingga dengan demikian banyaknya fakta-fakta tersebut akan mempunyai kekuatan normatif (Normative Kraft des Faktischen)

KESIMPULAN - KESIMPULAN
Wawasan Nusantara sebagai suatu landasan hidup bagi Bangsa Indonesia mutlak harus ada dan wajib dikaji dan dikembangkan terus sesuai dengan perkembangan kebutuhan.
            Oleh karena Bngsa Indonesia hidup bersama-sama diatas panggung pergaulan Internasional bangsa-bangsa di dunia, maka Wawasan Nusantara mutlak harus dimiliki sebagai akibat Doktrin Kebutuhan (Doctrine of Necessity) dan Doktrin Hak Mempertahankan Diri (Doctrine of Right of Self Prevention).
Dengan adanya falsafah Pancasila yang berwatak toleran ditambah dengan letak geografis Negara Indonesia yang berada pada posisi silang, maka mutlak diciptakannya suatu Integrasi Nasional di segala bidang untuk mendapatkan Ketahanan Nasional sebagai syarat mutlak guna mencapai Tujuan-Tujuan Perjuangan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar