MINYAK DAN GAS BUMI
Minyak bumi yang di eksplorasi dan dikonsumsi setiap hari lambat laun akan habis, sedangkan proses terbentuknya memakan waktu jutaan tahun. Ketersedian minyak bumi saat ini diperkirakan hanya mencukupi beberapa tahun saja seiring makin meningkatnya konsumsi. Seberapa lamakah minyak bumi yang selama ini dikonsumsi terbentuk di perut bumi?.
Para ahli geologi umumnya sepakat bahwa proses terbentuknya lapisan minyak bumi dalam hitungan jutaan tahun. Batuan yang mengandung minyak bumi tertua diketahui berumur 600 juta tahun dan yang termuda berumur 1 juta tahun. Rata-rata batuan yang mengandung minyak bumi berumur antara 10 juta hingga 270 juta tahun.
Tiga faktor utama dalam pembentukan Minyak dan gas bumi yaitu, bebatuan asal (source rock), perpindahan hidrocarbon dari bebatuan asal menuju bebatuan reservoir dan ketiga adanya jebakan (entrapment) geologis.
Komponen pendukung terbentuknya minyak bumi berasal dari organisme tumbuhan dan hewan berukuran sangat kecil yang hidup dilautan purba yang mati dan terkubur, kemudian tertimbun pasir dan lumpur didasar laut selama jutaan tahun membentuk lapisan yang kaya zat organik yang akhirnya akan membentuk batuan endapan (sedimentary rock), proses ini akan terus berulang dimana satu lapisan akan menutupi lapisan sebelumnya selama jutaan tahun. Kemudian lapisan lautan tersebut ada yang menyusut dan berpindah tempat akibat pergeseran bumi.
Deposit yang membentuk endapan tersebut umumnya tidak mengandung cukup oksigen untuk mendekomposisi material organik secara komplit. Bakteri mengurai zat ini, molekul demi molekul menjadi menjadi material yang kaya dengan kandungan hidrogen dan karbon. Dengan tekanan temperatur yang tinggi lapisan bebatuan diatasnya akan mendestilasi sisa bahan organik sedikit demi sedikit dan mengubahnya menjadi minyak dan gas bumi.
Berdasarkan umur dan letak kedalamannya, minyak bumi digolongkan menjadi 4 jenis, pertama young-shallow, old-shallow, young-deep dan old-deep. Dari empat jenis minyak tersebut, Minyak jenis old-deep merupakan yang paling banyak dicari (sweet) karena dapat menghasilkan bensin (gasoline) lebih banyak dibandingkan dengan jenis lainnya.
1. Memanfaatkan Biogas sebagai Energi Alternatif
BBM merupakan energi tak terbarukan yang berasal dari peninggalan fosil jutaan tahun silam yang berada di perut bumi, sementara pemakaian energi ini tiap tahun kian meningkat dan tentu dapat menimbulkan krisis energi jika tidak diotemukan cadangan/kilang minyak baru.
Pertamina dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkapkan 10 tahun kedepan kita akan mengalami krisis tersebut jika tidak ada upaya untuk mencari energi alternative lainnya dan mencoba melakukan penghematan.
Ada beberapa pilihan yang dapat digunakan sebagai energi alternative bahkan dengan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang lebih rendah dibandingkan dengan proses produksi energi fosil (batu bara minyak bumi dan gas bumi) diantaranya tenaga panas bumi, tenaga air skala mikro, tenaga angina, panel surya serta biomasa.
Sedangkan untuk penghematan energi dapat ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya, pertama, sector industri, dengan melakukan clean production, efisiensi pemanfaatan bahan baker dan bahan baker per unit output. Kedua, sector transportasi, penggantian/ perawtan kendaraan secara berkala, substitusi BBM dengan biodiesel/gas, pemanfaatan transportasi missal dengan teknologi yang lebih baik. Ketiga, sector komersial dan rumah tangga, pemanfaatan peralatan hemat energi, pemanfaatan AC dengan baik dan efisien, pemanfaatan sumber panas alami misalnya sinar matahari dalam proses pengeringan maupun penerangan di siang hari. Keempat, secktor energi, subtitusi BBM dengan menggunakan tenaga air, gelombang, angina dan matahati, pemanfaatan flare gas sisa dari proses penambangan dan pengolahan minyak bumi yang biasanya dibakar begitu saja.
Biogas merupakan salah satu alternative energi terbarukan yang bersumber dari proses penguraian biomasa. Biogas sudah mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1980-an, tetapi pemanfaatannya baru mulai digunakan di awal tahun 1990 dalam skala kecil hanya untuk keperluan memasak. Padahal ada manfaat lain yang bias didapat seperti lampu penerangan, ataupun menyediakan energi untuk keperluan rumah tangga lainnya. Biogas adalah gas yang sifatnya mudah terbakar dabn berasal dari proses penguraian bahan organic secara anaerobic (tanpa udara) oleh bakteri / mikroorganisme dengan melalui beberapa tahapan proses.
Pertama, Hidrolisa, yaitu penguraian senyawa rantai panjang seperti lemak, protein untuk menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Kedua, Asidifikasi, pembentukan senyawa asam. Ketiga, Methanasi / fermentasi yaitu proses pembentukan gas methane.
Potensi Pengembangan
Bagi Indonesia, dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, serta dengan jumlah kegiatan peternakan yang cukup besar dan sector pertanian yang masih menjadi basis mata pencarian sebagian besar penduduknya, merupakan potensi untuk pengembangan biogas. Disamping itu juga terdapat keuntungan lain yang diperoleh yakni adanya pupuk organic hasil fermentasi bakteri anaerob. Meningkatnya industri, sebagaimana diketahui yang kesehriannya senantiasa menghasilkan limbah, yang mungkin selama ini dipandang sebagai bahan terbuang, tetapi ternyata juga bias dimanfaatkan sebagai potensi tersendiri.
Kegiatan lain yang juga berpeluang untuk menghasilkan biogas: rumah potong hewan, Tempat Pembuangan Akhir (TPA), industri pemrosesan makanan (tahu, tempe, susu, restoran) dan juga rumah tangga (limbah domestic/tinja). Biogas merupakan campuran gas-gas utama yang terdiri atas: gas methane(CH4): 50 – 70 %;gas karbon dioksida (CO2); 30-50%, gas1-5%. Sedangkan nilai kalor 1 m3 biogas adalah sekitar 6 kWh – setara dengan 0.5-0.6 liter minyak diesel (solar) atau setara dengan 5 kg kayu-bakar kering.
Gas methane pada temperature dan tekanan standar (200C. 1 atm) mempunyai nilai kalor rendah sebesar 35.800 kJ/m3 (960 Btu/ft3). Karena biogas hanya mengandung 50-70% gas methane, nilai kalornya berkisar antara 17.900-25.000 kJ/m3 atau 480-670 Btu/ft3. sebagai pembanding gas alam (LNG), yang merupakan campuran dari methane, propane dan butane, memiliki nilai kalor 37.300 kJ/m3 (1.000 Btu/ft3). Sekitar 200 liter biogas dapat diperoleh dari pengurangan 1 kg COD (Chemical Oxyegen Demand).
Sebuah rumah tangga, biasanya membutuhkan 2-3 m3 biogas per hari untuk memasak. Air limbah sebanyak 30 m3 dengan konsentrasi COD 1.000 mg/l akan menghasilkan 4 m3 biogas, sehingga cukup untuk memenuhi keperluan 1 keluarga.
Kendala dan Solusi
Sebenarnya telah banyak pihak di Indonesia yang telah meneliti dan mengembangkan manfaat limbah organic untuk biogas baik dari pemerintah, perguruan tinggi, lembaga-lembaga penelitian maupun LSM. Namun, masih banyak ditemukan kendala dalam penerapannya, diantaranya teknologi untuk pembuatan bio-digester yang memerlukan keahlian dan ketrampilan tinggi sehingga bangunan (digester) penangkap gas bio tidak mengalami kebocoran. Selain teknologi, pendanaan untuk pembuatan digester yang terbatas, kadang membuat orang berpikir lebih baik memakai gas elpiji atau listrik PLN saja dan juga kurangnya sosialisasi pemanfaatan biogas.
2. Melestarikan Alam dengan Biogas
Biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi dengan murah dan tidak mencemari lingkungan. Berdasarkan hasil temuan mahasiswa KKN (1995) dan Penelitian Kecamatan Rawan di Magetan (1995) di desa Plangkrongan, rata-rata disetiap rumah terdapat 1-3 ekor lembu karena memelihara lembu merupakan pekerjaan kedua setelah bertani. Setiap harinya rata-rata seekor lembu menghasilkan kotoran sebanyak 30 kg. Jika terdapat 2.000 ekor lembu, maka setiap hari akan terkumpul 60 ton kotoran.
Kotoran yang menggunung akan terbawa oleh air masuk ke dalam tanah atau sungai yang kemudian mencemari air tanah dan air sungai. Kotoran lembu mengandung racun dan bakteri Colly yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungannya.
Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan Karbon dioksida (CO2) yang ikut memberikan kontribusi bagi efek rumah kaca (green house effect) yang bermuara pada pemanasan global (global warming). Biogas memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui 3 cara. Pertama, Biogas memberikan substitusi atau pengganti dari bahan bakar fosil untuk penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan. Kedua, Methana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2.
Pembakaran Methana pada Biogas mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah Methana di udara. Ketiga, dengan lestarinya hutan, maka akan CO2 yang ada di udara akan diserap oleh hutan yang menghasilkan Oksigen yang melawan efek rumah kaca.
3. Biogas, Sumber Energi Alternatif
Kelangkaan bahan bakar minyak, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama (Kompas, 23 Juni 2005).
Kenaikan harga yang mencapai 58 dollar Amerika Serikat ini termasuk luar biasa sebab biasanya terjadi saat musim dingin di negara-negara yang mempunyai empat musim di Eropa dan Amerika Serikat. Masalah ini memang pelik sebagaimana dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan dengan para gubernur di Pontianak, Kalimantan Barat, tanggal 22 Juni 2005, dan mengajak masyarakat melakukan penghematan energi di seluruh Tanah Air.
Penghematan ini sebetulnya harus telah kita gerakkan sejak dahulu karena pasokan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi adalah sumber energi fosil yang tidak dapat diperbarui (unrenewable), sedangkan permintaan naik terus, demikian pula harganya sehingga tidak ada stabilitas keseimbangan permintaan dan penawaran. Salah satu jalan untuk menghemat bahan bakar minyak (BBM) adalah mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbarui (renewable).
Kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah maupun miskin, terutama di pedesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah yang memang dirasakan terjangkau karena disubsidi oleh pemerintah. Namun karena digunakan untuk industri atau usaha lainnya, kadang-kadang terjadi kelangkaan persediaan minyak tanah di pasar. Selain itu mereka yang tinggal di dekat kawasan hutan berusaha mencari kayu bakar, baik dari ranting-ranting kering dan tidak jarang pula menebangi pohon-pohon di hutan yang terlarang untuk ditebangi, sehingga lambat laun mengancam kelestarian alam di sekitar kawasan hutan.
Sebetulnya sumber energi alternatif cukup tersedia. Misalnya, energi matahari di musim kemarau atau musim kering, energi angin dan air. Tenaga air memang paling banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), namun bagi sumber energi lain belum kelihatan secara signifikan.
Energi terbarukan lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna yang relatif lebih sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan adalah energi biogas dengan memproses limbah bio atau bio massa di dalam alat kedap udara yang disebut digester. Biomassa berupa limbah dapat berupa kotoran ternak bahkan tinja manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daunan sortiran sayur dan sebagainya. Namun, sebagian besar terdiri atas kotoran ternak.
Teknologi biogas
Gas methan terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa) sehingga terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, (Kompas, 17 Maret 2005). Gas methan sama dengan gas elpiji (liquidified petroleum gas/LPG), perbedaannya adalah gas methan mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak.
Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas. Namun, orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro Volta (1776), sedangkan Willam Henry pada tahun 1806 mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai methan. Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882), memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan methan.
Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. (FAO, The Development and Use of Biogas Technology in Rural Asia, 1981).
Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Niugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit gas bio dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk.
Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas methan dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas sebagaimana halnya elpiji.
Alat pembangkit biogas
Ada dua tipe alat pembangkit biogas atau digester, yaitu tipe terapung (floating type) dan tipe kubah tetap (fixed dome type). Tipe terapung dikembangkan di India yang terdiri atas sumur pencerna dan di atasnya ditaruh drum terapung dari besi terbalik yang berfungsi untuk menampung gas yang dihasilkan oleh digester. Sumur dibangun dengan menggunakan bahan-bahan yang biasa digunakan untuk membuat fondasi rumah, seperti pasir, batu bata, dan semen. Karena dikembangkan di India, maka digester ini disebut juga tipe India. Pada tahun 1978/79 di India terdapat l.k. 80.000 unit dan selama kurun waktu 1980-85 ditargetkan pembangunan sampai 400.000 unit alat ini.
Tipe kubah adalah berupa digester yang dibangun dengan menggali tanah kemudian dibuat bangunan dengan bata, pasir, dan semen yang berbentuk seperti rongga yang ketat udara dan berstruktur seperti kubah (bulatan setengah bola). Tipe ini dikembangkan di China sehingga disebut juga tipe kubah atau tipe China (lihat gambar). Tahun 1980 sebanyak tujuh juta unit alat ini telah dibangun di China dan penggunaannya meliputi untuk menggerakkan alat-alat pertanian dan untuk generator tenaga listrik. Terdapat dua macam tipe ukuran kecil untuk rumah tangga dengan volume 6-10 meter kubik dan tipe besar 60-180 meter kubik untuk kelompok.
India dan China adalah dua negara yang tidak mempunyai sumber energi minyak bumi sehingga mereka sejak lama sangat giat mengembangkan sumber energi alternatif, di antaranya biogas.
Di dalam digester bakteri-bakteri methan mengolah limbah bio atau biomassa dan menghasilkan biogas methan. Dengan pipa yang didesain sedemikian rupa, gas tersebut dapat dialirkan ke kompor yang terletak di dapur. Gas tersebut dapat digunakan untuk keperluan memasak dan lain-lain. Biogas dihasilkan dengan mencampur limbah yang sebagian besar terdiri atas kotoran ternak dengan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya, dengan air yang cukup banyak.
Untuk pertama kali dibutuhkan waktu lebih kurang dua minggu sampai satu bulan sebelum dihasilkan gas awal. Campuran tersebut selalu ditambah setiap hari dan sesekali diaduk, sedangkan yang sudah diolah dikeluarkan melalui saluran pengeluaran. Sisa dari limbah yang telah â?dicernaâ? oleh bakteri methan atau bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, mempunyai kandungan hara yang sama dengan pupuk organik yang telah matang sebagaimana halnya kompos sehingga dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan dapat dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung.
Untuk permulaan memang diperlukan biaya untuk membangun pembangkit (digester) biogas yang relatif besar bagi penduduk pedesaan. Namun sekali berdiri, alat tersebut dapat dipergunakan dan menghasilkan biogas selama bertahun-tahun. Untuk ukuran 8 meter kubik tipe kubah alat ini, cocok bagi petani yang memiliki 3 ekor sapi atau 8 ekor kambing atau 100 ekor ayam di samping juga mempunyai sumber air yang cukup dan limbah tanaman sebagai pelengkap biomassa. Setiap unit yang diisi sebanyak 80 kilogram kotoran sapi yang dicampur 80 liter air dan potongan limbah lainnya dapat menghasilkan 1 meter kubik biogas yang dapat dipergunakan untuk memasak dan penerangan. Biogas cocok dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki biomassa berlimpah, terutama di sentra-sentra produksi padi dan ternak di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan lain-lain.
Pembangkit biogas juga cocok dibangun untuk peternakan sapi perah atau peternakan ayam dengan mendesain pengaliran tinja ternak ke dalam digester. Kompleks perumahan juga dapat dirancang untuk menyalurkan tinja ke tempat pengolahan biogas bersama. Negara-negara maju banyak yang menerapkan sistem ini sebagai bagian usaha untuk daur ulang dan mengurangi polusi dan biaya pengelolaan limbah. Jadi dapat disimpulkan bahwa biogas mempunyai berbagai manfaat, yaitu menghasilkan gas, ikut menjaga kelestarian lingkungan, mengurangi polusi dan meningkatkan kebersihan dan kesehatan, serta penghasil pupuk organik yang bermutu.
Untuk menuai hasil yang signifikan, memang diperlukan gerakan secara massal, terarah, dan terencana meliputi pengembangan teknologi, penyuluhan, dan pendampingan. Dalam jangka panjang, gerakan pengembangan biogas dapat membantu penghematan sumber daya minyak bumi dan sumber daya kehutanan. Mengenai pembiayaannya mungkin secara bertahap sebagian subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan unit-unit pembangkit biogas. Melalui jalan ini, mungkin imbauan pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama memecahkan masalah energi sebagian dapat direalisasikan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar